"Bhikkhu Aggacitto"
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammāsambuddhassa
“Utthanenappamadena sannamena damena ca dipam kayiratha
medhavi yam ogho nabhikarati”
“Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin dan
penuh pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana membuat pulau bagi dirinya
sendiri yang tak dapat ditenggelamkan oleh banjir”.
(Appamada Vagga II-25)
Memahami makna ajaran Buddha berarti juga memahami tentang
adanya hukum sebab dan akibat,
sehingga
dengan demikian ini dapat menjadi kajian bahwa setiap orang pada akhirnya akan
mengalami suatu kondisi perubahan hidup.
Dalam Atthaloka Dhamma; A.N VIII-2 Buddha mengajarkan bahwa untung dan rugi, dihormati dan
dihina, dipuji dan dicela, kebahagiaan dan penderitaan, adalah bagian
dari kondisi yang
nyata dari sisi dunia ini. Sebagian besar manusia hanya
berusaha mengejar pengalaman yang positif dan berjuang
sekuat tenaga untuk menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan, tetapi bagi seseorang yang telah melatih ajaran Buddha maka ia akan berupaya untuk menerima keduanya, baik yang positif maupun
yang negatif. Disaat kondisi menyenangkan datang ia menerimanya dengan senyuman dan
keiklasan tanpa rasa kekesalan dan kekecewaan, demikian juga sebaliknya ketika kondisi
menyenangkan datang ia menerimanya dengan senyuman tanpa rasa kesombongan. Kita berusaha untuk tidak terikat dengan salah satu
dari kondisi tersebut, dengan cara terus menerus menguji kekuatan dan ketahanan spiritual di tengah-tengah gemerlapnya dunia
ini.
Langkah pertama yang dianjurkan oleh Buddha adalah bagaimana memunculkan kesadaran didalam diri. Menyadari apa yang sedang terjadi
dan yang sudah terjadi berarti
sebuah kebijaksanaan. Menyadari setiap fakta dan realita penderitaan adalah langkah
untuk menemukan kedamaian. Buddha menekankan bahwa ketika menyadari penderitaan
sebagai suatu hal yang
alami dan universal, artinya kita sudah berupaya melepaskan sejumlah beban yang menyelimuti
diri. Penderitaan
terjadi bukan disebabkan oleh siapapun, melainkan penderitaan terjadi
dikarenakan adanya kebodohan
batin, dan dengan mengatasi kebodohan batin ini, maka penderitaan pun dapat
diatasi.
Kuncinya adalah kemauan dan sejauh mana kita mau mengenali bagaimana
sesungguhnya batin kita masing-masing. Ketika hendak melakukan
sesuatu seyogiyanya selalu
didasari oleh kesadaran,
bukan semata-mata hanya untuk pemuasan indria maupun keserakakahan. Mendasari
segala tindakan yang
dipenuhi oleh cinta kasih
dan kebijaksanaan.
Memperhatikan segala bentuk pikiran yang muncul, yang diimbangi dengan moralitas akan sangat
berpotensi dalam mempengaruhi proses terhadap tindakan semakin lebih
terkendali. Sehingga dengan demikian,
akan membantu meminimalisir kekotoran batin semakin lebih meningkat. Perbuatan yang dilandasi dengan kesadaran akan
memungkinkan nilai-nilai spiritual semakin kokoh. Harapan dan keinginan untuk
hidup penuh cinta kasih, bukan
kekerasan atau kekejaman dan iri hati akan dapat terwujud. Tetap tenang dan teguh dalam menghadapi segala bentuk macam godaan, tidak akan mudah diombang-ambingkan oleh emosi
yang membabibuta yang dapat memunculkan perasaan benci, dendam dan permusuhan.
Integritas hidup semuanya akan
dapat dicapai apabila segala sesuatunya
dimulai dari diri sendiri, untuk mencapai semua itu tentu diperlukan sebuah
tatanan aturan yang konsisten, kemauan untuk mencoba, kedisiplinan dan
kebiasaan. “Kesempurnaan itu adalah sebuah seni
yang terbentuk melalui pelatihan dan kebijaksanaan, Kita adalah rangkaian dari
apa yang kita lakukan berulang-ulang. Oleh karena itu, kesempurnaan bukanlah
sebuah tindakan tetapi sebuah kebiasaan (Aristoteles).
Sabbe
Satta Bhavantu Sukhitatta,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…
http://analisadaily.com/news/read/buddha-memimpin/31713/2014/05/22
Narasumber ; Bhikkhu Aggacitto
0 komentar:
Posting Komentar