Ia terlahir dikeluarga terhormat, Sehat jasmani rohani, tidak terlahir dalam keadaan cacat, ia memiliki paras yang elok, ia memiliki materi berlimpah, ia merasakan ketenangan dan kebahagiaan. SemuaNya didapatkan melalui kemurahan hati dalam memberi (Catukka Nipata - Anguttara Nikaya)

Pages

DANA KEBAJIKAN DAPAT DISALURKAN MELALUI :

BCA CEMARA ASRI Rek. 8645011119 An. NGADI MULYO or DEWI CHRISTINE....[MEMBUTUHKAN BARANG MATRIAL:: BAJA WF, BESI COR, SEMEN, PASIR, BATU BATA, BATU KALI, KERAMIK, GENTING, BAJA RINGAN ATAP, CAT TEMBOK, PLAFON KUSEN, Dll]... INFORMASI:: Upa. Rudy Rachman (0819888683) Upi. Jenny Salim (061-77747288) Upi. Karista (085261013854) Upa. Edy Susanto (08126543129) atau Y.M Bhante Aggacitto (081269477978) di ITBC Cemara Asri

VIDEO

Pubharama Buddhist Centre. Diberdayakan oleh Blogger.

DOKUMENTASI PBC

Social Icons

Social Icons

Koleksi Video PBC

Koleksi Video PBC

Featured Posts

BUKU TAMU

Kamis, 24 April 2014














Oleh : Bhikkhu Aggacitto
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Manusia terlahir ke dunia ini (Lokiya), bukan berarti ia tidak memiliki suatu misi. Semua kehidupan yang telah dilalui, terlahir dialam yang bahagia maupun tidak dialam bahagia semuanya membawa misi. Misi tersebut  bukan semata bertujuan untuk mencapai sesuatu yang bersifat lahiriah (kesenangan duniawi), melainkan misi yang sangat terpenting adalah tercapainya keseimbangan hidup yang kemudian dapat menembus batiniah untuk mengikis keburukan-keburukan yang ada didalam diri, yaitu Loba; Keserakahan, Dosa; Kebencian, Moha; kebodohan, yaitu dengan menerapkan system sikap “Padhana (usaha): Samvarappadhana; berusaha tidak memunculkan keadaan yang buruk didalam diri, Pahanappadhana; berusaha untuk menghilangkan keadaan yang buruk yang sudah muncul dan ada didalam diri, Bhavanappadhana; berusaha untuk memunculkan keadaan yang baik/ luhur didalam diri, Anurakkhappadhana; berusaha menjaga dan meningkatkan keadaan yang baik didalam diri (Vbh. I, A.II.16), itulah sesungguhnya Misi terbesar semua makhluk didunia ini.   
Bagi mereka yang telah mengenal dan menyelami ajaran Buddha maka sudah pasti mereka akan mengerti hakekat sesungguhnya yang harus dijalankan, untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas batin yang kokoh; karena kekokohan batin seseorang mempengaruhi kehidupannya. Meskipun seseorang mampu mencapai keberhasilan dalam berkarir dan sukses dalam usaha, tetapi jika tidak dilandasi dengan batin yang seimbang, batin yang kokoh maka semua itu tidak menjamin kedamaian dan kebagian dapat ia rasakan; Artinya, keberhasilan dan kesuksesan hidup yang sesungguhnya adalah “kemampuan seseorang untuk mengoptimalkan batiniahnya dalam menyeimbangkan segala bentuk tindakan yang akan maupun yang dilakukannya”. Mung kin sebagian orang menganggap, keberhasilan dan kesuksesan adalah penentu kebahagiaan, sedangkan kegagalan dan kehancuran adalah faktor penderitaan. Tetapi, menurut kacamata Dhamma; “kebahagiaan yang ada didalam diri seseorang adalah sumber dari keberhasilan dan kesuksesan,” Empat Idipada yang Buddha babarkan, yaitu: Chanda; rasa sukacitta/ kebahagian akan senantiasa mempengaruhi terhadap rasa Viriya; semangat seseorang dalam bertindak dan berperilaku, sehingga dengan demikian akan memberikan kewaspadaan, perhatian terhadap semua yang telah dilakukan tanpa membiarkannya menjadi sia-sia, karena dengan adanya kondisi-kondisi tersebut secara otomatis akan mempengaruhi terhadapa Vivamsa; evaluasi dan perenungan atas semua yang telah dilakukan (Vbh.I; 216 & 413).
Meskipun kegagalan masih sering terjadi, mereka pasti akan tetap tegar dan kuat karena Yonisomanasikara; ia telah mengetahui akan hal-hal baik dan buruknya, ia menyadari kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya. Orang-orang yang memiliki sikap demikian akan jauh lebih menemukan makna hidup lebih baik, karena sejak awal kesadaran dalam penyadaran telah terbentuk didalam dirinya, “Bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan oleh hantaman badai yang bertubi-tubi, (Pandita Vagga; VI-81)”. Sehingga dengan demikian mereka akan jauh lebih mudah untuk bangkit. “Succses is the ability, to go from one failure, to another, with no loss of enthusiasm; kesuksesan adalah kemampuan untuk berpindah dari suatu kegagalan ke kegagalan lain tanpa kehilangan antusiasmu" (Winston Churchill).
Untuk itu janganlah pernah takut dan kuwatir, cobalah untuk mentrasformasikan diri secara optimal. Buatlah hidup ini menjadi semakin lebih menarik dengan melakukan sesuatu yang sederhana tetapi itu sangat memiliki arti bagi kehidupan, yang dapat meningkatkan kualitas batin. Segala sesuatunya perlu ada proses yang harus dilalui, karena segala proses tersebut akan mematangkan dan menguatkan, seperti halnya “sebuah besi akan semakin kuat hasilnya jika besi tersebut dibakar dan ditempa dengan baik”, bersabarlah dalam melewati proses tersebut. Yang terpenting adalah keyakinan/ komitmen hidup yang baik dengan berpikir, berucap dan bertindak baik maka niscaya semua misi baik secara lahiriyah dan batiniah akan diperoleh. Buddha senantiasa selalu mengajarkan lihatlah segala sesuatu sebagaimana adanya, karena semua itu timbul dan tenggelam, semuanya selalu berubah dan tidak ada yang abadi, tetaplah selalu berjuang meskipun rintangan dan tantangan selalu dilih berganti.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…

Analisa : Mimbar Agama Buddha Kamis, 17 April 2014
Oleh: Bhikkhu Aggacitto. 
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Hendaknya seseorang seperti Batu Karang yang tak tergoyahkan oleh badai ombak yang menerjang, demikian juga sebaliknya, seseorang hendaknya tetap tegar dan tenang Didalam mengahadapi fenomena yang terjadi dalam kehidupan.
“Pandita Vagga; Bab VI syair 81”

"SEKALI LAYAR BERKEMBANG SURUT BAGI KITA UNTUK BERPANTANG"
Setiap manusia yang hidup perlu memiliki komitmen dalam menentukan sikap, karena hal itu adalah salah satu bagian modal penting dalam mencapai kehidupan yang seimbang. Setiap orang berhak menentukan pilihan hidup masing-masing, segala sesuatu didunia ini tidak ada yang mengatur atau menentukan semua baik buruknya yang berkaitan dalam kehidupan kita. Ketika pilihan telah diputuskan maka janganlah pernah sedikitpun menyesaliNya meskipun pilihan tersebut pada akhirNya belum tentu sesuai dengan harapan yang kita inginkan, melainkan syukurilah karena saat ini kita sudah berani mencoba untuk memutuskan pilihan terbaik dalam hidup. Jadilah seorang arsitek terbaik untuk membangun kehidupan saat ini, janganlah terjerat atas semua yang telah lewat, hiduplah saat ini dan janganlah pernah memikirkan sesuatu yang belum terjadi.
Jangan pernah kuwatir atau takut sebelum semuanya dicoba, kesalahan dan kegagalan didalam hidup bukanlah sesuatu yang perlu disesalkan, sebab itu sudah bagian dari hukum alam yang tidak akan terlepaskan dalam hidup. Pepatah lama menyebutkan, “Tak ada Gading yang tak akan retak, Air tak selamanya tenang, terkadang akan timbul suatu gelombang, karena hidup tidak ada yang sempurna, segala hal pasti akan mengalami perubahan”, yang terpenting adalah bagaimana kita menyadari dan menerima semua itu dengan pikiran yang positif, maka niscaya semuanya akan dapat dan mampu teratasi (Dp. Bab II, Ayat 21; Appamada Vagga). Buddha bersabda dalam Atthaloka Dhamma (A.N VIII; 2), yaitu; Lobha (Mendapatkan Keuntungan), Alobha (Mengalami Kerugian), Yaso (Mendapatkan kedudukan/ Kejayaan/ Kesuksesan), Ayaso (Tidak mendapatkan kedudukan/Keruntuhan/ Kegagalan), Ninda (Dicela, dihina, difitnah), Pasamsa (Dipuji, dihormati, disegani), Sukkha (Merasakan Kebahagiaan & Kesenangan), Dukkha (Merasakan Penderitaan & kesusahan). Orang bijaksana mengajarkan bahwa, guru yang terbaik adalah guru yang telah mengajarkan sesuatu tidak hanya dari sisi enaknya saja, melainkan ia juga telah menunjukan sisi rasa pahitnya.
Tetaplah selalu berkarya, jangan pernah pesimis, buatlah semua menjadi optimis, terseyumlah manis, janganlah pasif tetapi cobalah untuk selalu aktif. Ingatlah... didunia ini tidak ada yang mengkondisikan sesuatu terjadi pada diri kita, jika kita tidak menghendaki kondisi itu terjadi. Apabila kita telah memutuskan untuk melangkah kedepan maka janganlah sekalipun untuk berhenti, ketika kita berhenti maka akan menghambat perjalanan arah tujuan yang kita tuju. Jika didepan perjalanan ada sebuah batu kerikil yang menghadang maka laluilah dengan suka cita. Sudah saatnya kita MEREVOLUSI hidup menuju hidup yang lebih baik, kini tiba saatnya memulai pembaruan dan perubahan menuju hidup yang bahagia.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta,
Semoga Semua Makhluk turut berbahagia,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…

Mimbar Agama Buddha Kamis, 20 Maret 2014

Rabu, 02 April 2014


Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa
Adāsime akāsi me, ñātimitta sakhā ca me
Petānaṁ dakkhiṇaṁ dajjā, pubbe katamanussaran’ti
Orang yang mengenang budi yang mereka lakukan di waktu lampau bahwa,
“Ia memberi ini kepadaku. Ia melakukan hal ini untukku. Ia adalah kerabatku, sahabatku, dan temanku; patut memberikan persembahan dāna kepada mereka yang telah meninggal”.
(Tirokuḍḍa Sutta, Khuddakapāṭha, Khuddakanikāya, Sutta Piṭaka)

Dikalangan masyarakan kita berada mungkin sering muncul berbagai pertanyaan, Bagaimana cara memberikan penghormatan yang sesuai, yang pantas, dan yang terbaik untuk para mendiang, para leluhur atau sanak family yang telah meninggal. Sejarah peradaban manusia telah menuangkan berbagai macam ragam melalui adat istiadat, tradisi, kebudayaan, dan tingkat pengetahuan serta pengalaman yang terus berkembang. Tetapi menurut kacamata Dhamma, yang di sabdakan oleh Buddha, bahwa; Pemberian terbesar yang dapat dipersembahkan seseorang kepada para leluhurnya yang telah meninggal adalah dengan melakukan suatu perbuatan kebajikan dan kemudian melimpahkan perbuatan tersebut kepada mereka. Dalam bahasa Pali pelimpahan Jasa ini disebut Pattidana atau istilah lainnya biasa dikenal sebagai Ulambana atau Cautu, yang merupakan suatu tradisi masyarakat Buddhis, yang tidak asing lagi dikalangan umat Buddha. Tindakan ini sangatlah bermanfaat bagi mereka yang terlahir dialam Peta (Paradattupajivika Peta), yang memang sangat membutuhkan dukungan dan dorongan jasa kebajikan dari sanak keluarganya. “Seperti air mengalir dari dataran tinggi kedataran yang rendah, demikian pula hendaknya jasa yang dipersembahkan (Oleh Kerabat atau keluarga) dialam manusia ini dapat ikut dinikmati oleh para makluk (Peta). Seperti air dari sungai mengalir mengisi lautan luas, demikian pula dengan jasa-jasa ini dapat ikut dinikmati oleh para Peta” (Tirokudda Sutta, Khuddaka Patha, Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka, Tipitaka).  Pattidana adalah ungkapan rasa bhakti atau bentuk dari kattannukatavedi (tahu berterima kasih) kepada para leluhur yang telah meninggal, karena seseorang hendaknya harus menyadari dengan adanya mereka maka ada kita, karena ada hubungan kamma bandu (iktan karma) maka mereka menjadi bagian dari kehidupan kita, Pelimpahan jasa dilakukan dengan tujuan dan harapan semoga mereka bisa turut ikut menikmati (ber-muditacitta) atas kebahagiaan tersebut, sehingga dengan demikian kita dapat membantunya dalam mengkondisikan kebahagiaan yang dapat mendorong kebajikan-kebajikan yang telah diperbuat semasa hidupnya dapat berbuah, untuk membantu mereka terlahir dialam yang bahagia. Orang yang telah melakukan pelimpahan jasa tentunya akan semakin banyak mendapatkan manfaat karena mereka juga telah mengisi dirinya sendiri dengan perbuatan-perbuatan yang baik, jika diperumpamakan ibarat “Nyala api sebuah lilin, apabila disulutkan ke lilin yang lainnya tentu lilin tersebut tidak akan berkurang nyalanya, tetapi justru akan menambah kehidupan dan penerangan bagi lilin-lin lainnya, demikian juga dengan kebajikan yang dilimpahkan”.
Bila kita memiliki tradisi yang telah diajarkan turun-temurun oleh leluhur kita dan masih dijalankan, itu tentu tidak menjadi suatu masalah untuk dilakukan. Bahkan sesungguhnya persembahan yang diadakan dalam upacara peringatan kepada mendiang, leluhur dan kerabat yang telah meninggal justru memiliki makna dan ajaran yang mendalam khususnya bagi sanak keluarga yang ditinggalkan. Jangan merasa ragu atau kuwatir untuk melakukannya, meskipun itu dianggap kuno, kolot, kaku tidak mengikuti perkembangan zaman. Yang terpenting adalah ketika menyelenggarakan upacara tersebut tidak menjadi beban bagi kita, yang terpenting semuanya dilakukan tidak menimbulkan masalah terhadap anggota keluarga yang lain, dan tidak mengorbankan makhluk lain secara langsung dengan cara membunuh sendiri atau memerintahkan orang lain untuk membunuh binatang yang digunakan untuk persembahan. Kalau tidak mampu menyediakan semua perlengkapan, tidak perlu menyulitkan diri sendiri dan keluarga, lakukan saja dengan sederhana. Apalah artinya bila dilakukan dengan meriah tetapi dengan terpaksa dan tidak terdapat pengertian yang benar, dibandingkan dengan cara sederhana tetapi dilakukan dengan kesungguhan, kerelaan, dan ketulusan hati.
Pernghormatan yang baik terhadap mendiang, leluhur dan sanak family yang telah meninggal adalah dengan cara dari perbuatan-perbuatan yang berjasa yang memiliki keluhuran, sehingga perbuatan baik itu dapat bermanfaat bagi leluhur, diri sendiri, maupun pihak lain. Paling mudah kita dapat berdoa (membaca paritta), meningkatkan praktik berdāna, menjaga sila (moralitas), mengembangkan konsentrasi, atau kebajikan-kebajikan lain yang sesuai  dengan Dhamma yang kemudian kita atas namakan kepada mendiang dan para leluhur. Perbuatan tersebut tidak akan membuat jasa kebajikan kita hilang, bahkan kita dapat melatih dan mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang kepada semua makhluk. Itulah pemahaman dan cara penghormatan kepada mendiang dan para leluhur yang yang terbaik sesuai dengan ajaran Buddha.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…

Di kutip dari : Y.M Bhikkhu Aggacitto