Senin, 11 Mei 2015
Kamis, 05 Juni 2014
Posted by Unknown on Kamis, Juni 05, 2014
with No comments so far
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammāsambuddhassa
“Bahusaccanca sippanca Vinayo ca
susikkhito Subhasita caya vaca Etammangalamuttamam“
“Ia yang memiliki pengetahuan dan ketrampialan,
terlatih baik dalam tata susila, ramah tamah dalam ucapan, itulah berkah utama”
(Mangala Sutta-Syair IV)
Hidup akan semakin seimbang,
lebih indah dan bermakna bila dalam proses perjalanannya sesuai dengan
nilai-nilai kebenaran, bukan pada pembenaran. Bila pola hidup sehat sangat
dianjurkan untuk kehidupan, maka demikian halnya pola hidup yang bereligius
sangat lebih dianjurkan oleh para bijaksana. Tips sederhana yang dianjurkan
oleh Buddha yang telah beliau temukan 26 abad yang silam saat dalam pengasingan,
Buddha menemukan resep obat yang sangat luar biasa didunia. Agar hidup menjadi lebih
seimbang seseorang harus mampu dengan baik mengarahkan dan mengendalikan Pola
berpikirnya (Mano Succarita) mengawasi
pikiran yang sukar dikendalikan adalah baik, pikiran yang telah dijinakkan akan
membawa kebahagiaan; Dpd.Citta Vagga III-35, cara berucapnya (Vaci
Succarita) bagaikan sekuntum
bunga yang berwarna indah dan berbau harum, demikian halnya kata-kata yang
bijaksana yang diucapkan seseorang yang melaksanakannya; Dpd. Puppha Vagga
IV-52. dan cara bertindaknya (Kaya Succarita) seseorang yang telah menakhlukkan dirinya
sendiri sesungguhnya ialah yang terbaik daripada menakhlukkan makhluk lain; ia
yang telah menakhlukkan dirinya sendiri maka ia akan mudah untuk mengendalikan
diri; Dpd. Sahassa Vagga VIII-104. Sebab tiga hal inilah yang akan
mempengaruhi hidup seseorang semakin
lebih berwarna.
Kita merupakan salah
satu bagian dari makhluk sosial, yang mana kita akan selalu tetap berinteraksi
dan berkomunikasi dilingkungan kita berada, sehingga tiga hal diatas menentukan
proses kelancaran dalam memposisikan diri ditengah-tengah lingkungan tersebut. Orang-orang
yang ada disekeliling kita akan jauh semakin lebih menghormati, menghargai, bersimpati
dan peduli terhadap diri kita, apabila sikap dan perbuatan yang kita lakukan
sudah selaras dengan baik. Janganlah hanya karena ego diri yang berambisi untuk
kepentingan dan kepuasan hati, lantas kita melukai dan menyakiti orang lain,
mengorbankan kebahagian orang lain demi tercapainya kebahagian sendiri. Tindakan yang demikian hanya akan memicu
munculnya permasalahan didalam hidup semakin lebih berkepanjangan; hanya akan menambah dan memperbanyak musuh
dimana-mana, hanya akan menambah benih kebencian dan dendam, hanya akan
menjauhkan dan mengisolasi diri dari pergaulan, hanya akan menambah kekotoran
batin pada diri sendiri, dan hanya akan menjauhkan diri dari ketenangan, kedamaian
dan kebagagiaan.
Ingatlah bahwa yang
menginginkan kebahagiaan bukan hanya diri kita saja, tetapi setiap makhluk yang
terlahir didunia ini mempunyai keinginan yang sama, yaitu keinginan memperoleh
kebahagiaan. Karena pada dasarnya hal itu sudah menjadi bagian dari kebutuhan dasar
didunia yang penuh ketidak puasan. Buddha sendiri telah menjelaskan bahwa,
keingin tersebut tidak akan pernah berakhir dan akan selalu tetap terjadi
didunia, selagi ia belum mampu menembus perealisasian Nibbana; terbebas dari
nafsu indria dan kegelapan batin. Menurut Buddha yang diuraikan di Dhamma Vibhaga Sutta; Manusia selalu
mengharapkan kebahagiaan daripada penderitaan, manusia selalu mengharapkan
pujian dari pada celaan dan manusia selalu mengharapkan keberuntungan,
kesuksesan daripada kebuntungan dan kehancuran.
Untuk itu alangkah
sangat bijaksananya diri kita, jika kita bersama-sama untuk saling
menyelaraskan hidup untuk dapat lebih baik lagi. Karena hidup yang luhur akan
dapat memberikan keindahan, kenyamanan, ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan.
Bahagia didunia sekarang maupun didunia selanjutnya, setiap perbuatan dan usaha
yang didasari kesadaran baik akan menghantarkan kepada hasil yang baik pula.
Jangan pernah berhenti dan ragu jika berbuat baik; baik didalam berpikir,
berucap dan bertindak.
Sabbe
Satta Bhavantu Sukhitatta,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…
Dikutip dari:
http://analisadaily.com/news/read/selaraskan-hidup/35468/2014/06/05
Kamis, 22 Mei 2014
Posted by Unknown on Kamis, Mei 22, 2014
with No comments so far
"Bhikkhu Aggacitto"
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammāsambuddhassa
“Utthanenappamadena sannamena damena ca dipam kayiratha
medhavi yam ogho nabhikarati”
“Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin dan
penuh pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana membuat pulau bagi dirinya
sendiri yang tak dapat ditenggelamkan oleh banjir”.
(Appamada Vagga II-25)
Memahami makna ajaran Buddha berarti juga memahami tentang
adanya hukum sebab dan akibat,
sehingga
dengan demikian ini dapat menjadi kajian bahwa setiap orang pada akhirnya akan
mengalami suatu kondisi perubahan hidup.
Dalam Atthaloka Dhamma; A.N VIII-2 Buddha mengajarkan bahwa untung dan rugi, dihormati dan
dihina, dipuji dan dicela, kebahagiaan dan penderitaan, adalah bagian
dari kondisi yang
nyata dari sisi dunia ini. Sebagian besar manusia hanya
berusaha mengejar pengalaman yang positif dan berjuang
sekuat tenaga untuk menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan, tetapi bagi seseorang yang telah melatih ajaran Buddha maka ia akan berupaya untuk menerima keduanya, baik yang positif maupun
yang negatif. Disaat kondisi menyenangkan datang ia menerimanya dengan senyuman dan
keiklasan tanpa rasa kekesalan dan kekecewaan, demikian juga sebaliknya ketika kondisi
menyenangkan datang ia menerimanya dengan senyuman tanpa rasa kesombongan. Kita berusaha untuk tidak terikat dengan salah satu
dari kondisi tersebut, dengan cara terus menerus menguji kekuatan dan ketahanan spiritual di tengah-tengah gemerlapnya dunia
ini.
Langkah pertama yang dianjurkan oleh Buddha adalah bagaimana memunculkan kesadaran didalam diri. Menyadari apa yang sedang terjadi
dan yang sudah terjadi berarti
sebuah kebijaksanaan. Menyadari setiap fakta dan realita penderitaan adalah langkah
untuk menemukan kedamaian. Buddha menekankan bahwa ketika menyadari penderitaan
sebagai suatu hal yang
alami dan universal, artinya kita sudah berupaya melepaskan sejumlah beban yang menyelimuti
diri. Penderitaan
terjadi bukan disebabkan oleh siapapun, melainkan penderitaan terjadi
dikarenakan adanya kebodohan
batin, dan dengan mengatasi kebodohan batin ini, maka penderitaan pun dapat
diatasi.
Kuncinya adalah kemauan dan sejauh mana kita mau mengenali bagaimana
sesungguhnya batin kita masing-masing. Ketika hendak melakukan
sesuatu seyogiyanya selalu
didasari oleh kesadaran,
bukan semata-mata hanya untuk pemuasan indria maupun keserakakahan. Mendasari
segala tindakan yang
dipenuhi oleh cinta kasih
dan kebijaksanaan.
Memperhatikan segala bentuk pikiran yang muncul, yang diimbangi dengan moralitas akan sangat
berpotensi dalam mempengaruhi proses terhadap tindakan semakin lebih
terkendali. Sehingga dengan demikian,
akan membantu meminimalisir kekotoran batin semakin lebih meningkat. Perbuatan yang dilandasi dengan kesadaran akan
memungkinkan nilai-nilai spiritual semakin kokoh. Harapan dan keinginan untuk
hidup penuh cinta kasih, bukan
kekerasan atau kekejaman dan iri hati akan dapat terwujud. Tetap tenang dan teguh dalam menghadapi segala bentuk macam godaan, tidak akan mudah diombang-ambingkan oleh emosi
yang membabibuta yang dapat memunculkan perasaan benci, dendam dan permusuhan.
Integritas hidup semuanya akan
dapat dicapai apabila segala sesuatunya
dimulai dari diri sendiri, untuk mencapai semua itu tentu diperlukan sebuah
tatanan aturan yang konsisten, kemauan untuk mencoba, kedisiplinan dan
kebiasaan. “Kesempurnaan itu adalah sebuah seni
yang terbentuk melalui pelatihan dan kebijaksanaan, Kita adalah rangkaian dari
apa yang kita lakukan berulang-ulang. Oleh karena itu, kesempurnaan bukanlah
sebuah tindakan tetapi sebuah kebiasaan (Aristoteles).
Sabbe
Satta Bhavantu Sukhitatta,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…
http://analisadaily.com/news/read/buddha-memimpin/31713/2014/05/22
Narasumber ; Bhikkhu Aggacitto
Kamis, 24 April 2014
Posted by Unknown on Kamis, April 24, 2014
with No comments so far
Posted by Unknown on Kamis, April 24, 2014
with No comments so far
Oleh : Bhikkhu Aggacitto
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Manusia terlahir ke dunia ini (Lokiya), bukan berarti ia tidak
memiliki suatu misi. Semua kehidupan yang telah dilalui, terlahir dialam
yang bahagia maupun tidak dialam bahagia semuanya membawa misi. Misi
tersebut bukan semata bertujuan untuk mencapai sesuatu yang bersifat
lahiriah (kesenangan duniawi), melainkan misi yang sangat terpenting
adalah tercapainya keseimbangan hidup yang kemudian dapat menembus
batiniah untuk mengikis keburukan-keburukan yang ada didalam diri, yaitu
Loba; Keserakahan, Dosa; Kebencian, Moha; kebodohan, yaitu dengan
menerapkan system sikap “Padhana (usaha): Samvarappadhana; berusaha
tidak memunculkan keadaan yang buruk didalam diri, Pahanappadhana;
berusaha untuk menghilangkan keadaan yang buruk yang sudah muncul dan
ada didalam diri, Bhavanappadhana; berusaha untuk memunculkan keadaan
yang baik/ luhur didalam diri, Anurakkhappadhana; berusaha menjaga dan
meningkatkan keadaan yang baik didalam diri (Vbh. I, A.II.16), itulah
sesungguhnya Misi terbesar semua makhluk didunia ini.
Bagi mereka yang telah mengenal dan menyelami ajaran Buddha maka
sudah pasti mereka akan mengerti hakekat sesungguhnya yang harus
dijalankan, untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas batin yang
kokoh; karena kekokohan batin seseorang mempengaruhi kehidupannya.
Meskipun seseorang mampu mencapai keberhasilan dalam berkarir dan sukses
dalam usaha, tetapi jika tidak dilandasi dengan batin yang seimbang,
batin yang kokoh maka semua itu tidak menjamin kedamaian dan kebagian
dapat ia rasakan; Artinya, keberhasilan dan kesuksesan hidup yang
sesungguhnya adalah “kemampuan seseorang untuk mengoptimalkan
batiniahnya dalam menyeimbangkan segala bentuk tindakan yang akan maupun
yang dilakukannya”. Mung kin sebagian orang menganggap, keberhasilan
dan kesuksesan adalah penentu kebahagiaan, sedangkan kegagalan dan
kehancuran adalah faktor penderitaan. Tetapi, menurut kacamata Dhamma;
“kebahagiaan yang ada didalam diri seseorang adalah sumber dari
keberhasilan dan kesuksesan,” Empat Idipada yang Buddha babarkan, yaitu:
Chanda; rasa sukacitta/ kebahagian akan senantiasa mempengaruhi
terhadap rasa Viriya; semangat seseorang dalam bertindak dan
berperilaku, sehingga dengan demikian akan memberikan kewaspadaan,
perhatian terhadap semua yang telah dilakukan tanpa membiarkannya
menjadi sia-sia, karena dengan adanya kondisi-kondisi tersebut secara
otomatis akan mempengaruhi terhadapa Vivamsa; evaluasi dan perenungan
atas semua yang telah dilakukan (Vbh.I; 216 & 413).
Meskipun kegagalan masih sering terjadi, mereka pasti akan tetap
tegar dan kuat karena Yonisomanasikara; ia telah mengetahui akan hal-hal
baik dan buruknya, ia menyadari kekurangan dan kelemahan yang
dimilikinya. Orang-orang yang memiliki sikap demikian akan jauh lebih
menemukan makna hidup lebih baik, karena sejak awal kesadaran dalam
penyadaran telah terbentuk didalam dirinya, “Bagaikan batu karang yang
tak tergoyahkan oleh hantaman badai yang bertubi-tubi, (Pandita Vagga;
VI-81)”. Sehingga dengan demikian mereka akan jauh lebih mudah untuk
bangkit. “Succses is the ability, to go from one failure, to another,
with no loss of enthusiasm; kesuksesan adalah kemampuan untuk berpindah
dari suatu kegagalan ke kegagalan lain tanpa kehilangan antusiasmu"
(Winston Churchill).
Untuk itu janganlah pernah takut dan kuwatir, cobalah untuk
mentrasformasikan diri secara optimal. Buatlah hidup ini menjadi semakin
lebih menarik dengan melakukan sesuatu yang sederhana tetapi itu sangat
memiliki arti bagi kehidupan, yang dapat meningkatkan kualitas batin.
Segala sesuatunya perlu ada proses yang harus dilalui, karena segala
proses tersebut akan mematangkan dan menguatkan, seperti halnya “sebuah
besi akan semakin kuat hasilnya jika besi tersebut dibakar dan ditempa
dengan baik”, bersabarlah dalam melewati proses tersebut. Yang
terpenting adalah keyakinan/ komitmen hidup yang baik dengan berpikir,
berucap dan bertindak baik maka niscaya semua misi baik secara lahiriyah
dan batiniah akan diperoleh. Buddha senantiasa selalu mengajarkan
lihatlah segala sesuatu sebagaimana adanya, karena semua itu timbul dan
tenggelam, semuanya selalu berubah dan tidak ada yang abadi, tetaplah
selalu berjuang meskipun rintangan dan tantangan selalu dilih berganti.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…
Posted by Unknown on Kamis, April 24, 2014
with No comments so far
Oleh: Bhikkhu Aggacitto.
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Hendaknya seseorang seperti Batu Karang yang tak tergoyahkan oleh
badai ombak yang menerjang, demikian juga sebaliknya, seseorang
hendaknya tetap tegar dan tenang Didalam mengahadapi fenomena yang
terjadi dalam kehidupan.
“Pandita Vagga; Bab VI syair 81”
"SEKALI LAYAR BERKEMBANG SURUT BAGI KITA UNTUK BERPANTANG"
Setiap manusia yang hidup perlu memiliki komitmen dalam menentukan
sikap, karena hal itu adalah salah satu bagian modal penting dalam
mencapai kehidupan yang seimbang. Setiap orang berhak menentukan pilihan
hidup masing-masing, segala sesuatu didunia ini tidak ada yang mengatur
atau menentukan semua baik buruknya yang berkaitan dalam kehidupan
kita. Ketika pilihan telah diputuskan maka janganlah pernah sedikitpun
menyesaliNya meskipun pilihan tersebut pada akhirNya belum tentu sesuai
dengan harapan yang kita inginkan, melainkan syukurilah karena saat ini
kita sudah berani mencoba untuk memutuskan pilihan terbaik dalam hidup.
Jadilah seorang arsitek terbaik untuk membangun kehidupan saat ini,
janganlah terjerat atas semua yang telah lewat, hiduplah saat ini dan
janganlah pernah memikirkan sesuatu yang belum terjadi.
Jangan pernah kuwatir atau takut sebelum semuanya dicoba, kesalahan
dan kegagalan didalam hidup bukanlah sesuatu yang perlu disesalkan,
sebab itu sudah bagian dari hukum alam yang tidak akan terlepaskan dalam
hidup. Pepatah lama menyebutkan, “Tak ada Gading yang tak akan retak,
Air tak selamanya tenang, terkadang akan timbul suatu gelombang, karena
hidup tidak ada yang sempurna, segala hal pasti akan mengalami
perubahan”, yang terpenting adalah bagaimana kita menyadari dan menerima
semua itu dengan pikiran yang positif, maka niscaya semuanya akan dapat
dan mampu teratasi (Dp. Bab II, Ayat 21; Appamada Vagga). Buddha
bersabda dalam Atthaloka Dhamma (A.N VIII; 2), yaitu; Lobha (Mendapatkan
Keuntungan), Alobha (Mengalami Kerugian), Yaso (Mendapatkan kedudukan/
Kejayaan/ Kesuksesan), Ayaso (Tidak mendapatkan kedudukan/Keruntuhan/
Kegagalan), Ninda (Dicela, dihina, difitnah), Pasamsa (Dipuji,
dihormati, disegani), Sukkha (Merasakan Kebahagiaan & Kesenangan),
Dukkha (Merasakan Penderitaan & kesusahan). Orang bijaksana
mengajarkan bahwa, guru yang terbaik adalah guru yang telah mengajarkan
sesuatu tidak hanya dari sisi enaknya saja, melainkan ia juga telah
menunjukan sisi rasa pahitnya.
Tetaplah selalu berkarya, jangan pernah pesimis, buatlah semua
menjadi optimis, terseyumlah manis, janganlah pasif tetapi cobalah untuk
selalu aktif. Ingatlah... didunia ini tidak ada yang mengkondisikan
sesuatu terjadi pada diri kita, jika kita tidak menghendaki kondisi itu
terjadi. Apabila kita telah memutuskan untuk melangkah kedepan maka
janganlah sekalipun untuk berhenti, ketika kita berhenti maka akan
menghambat perjalanan arah tujuan yang kita tuju. Jika didepan
perjalanan ada sebuah batu kerikil yang menghadang maka laluilah dengan
suka cita. Sudah saatnya kita MEREVOLUSI hidup menuju hidup yang lebih
baik, kini tiba saatnya memulai pembaruan dan perubahan menuju hidup
yang bahagia.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta,
Semoga Semua Makhluk turut berbahagia,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…
Mimbar Agama Buddha
Kamis, 20 Maret 2014
Langganan:
Postingan (Atom)